Mulailah mengetik pada pencarian di atas dan tekan tombol kaca pembesar untuk mencari.

Sidomulyo Penuhi 10 Indikator Desa Tangguh Bencana

Dilihat 160 kali
Sidomulyo Penuhi 10 Indikator Desa Tangguh Bencana

Foto : Sekretaris Utama BNPB Lilik Kurniawan (kiri) memberikan penghargaan kepada Kepala Desa Sidomulyo Agus Sugianto atas komitmennya untuk memenuhi 10 indikator Desa Tangguh Bencana. (Komunikasi Kebencanaan BNPB/Theophilus Yanuarto)


YOGYAKARTA – Desa Sidomulyo yang berada di Kecamatan Ngadirejo, Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur, merupakan salah satu desa di Tanah Air yang rawan terhadap bahaya tsunami. Warga masyarakat membangun kesiapsiagaanya dengan memenuhi 10 indikator sebagai desa tangguh bencana atau destana.

Kepala Desa Sidomulyo Agus Sugianto memaparkan komitmen warganya di hadapan perwakilan BNPB, kementerian/lembaga terkait dan peserta sosialisasi Indonesia Disaster Resilience Initiatives Project (IDRIP) dari 17 provinsi dan 30 wilayah administrasi tingkat kabupaten maupun kota.  

“Kami berkomitmen membangun desa yang namanya desa tangguh bencana,” ujar Agus di Balai Desa Sidomulyo, Minggu (18/12).

“Lalu ada 10 indikator yang harus kami lalui,” ujarnya. 

Lalu apa saja 10 indikator untuk membangun desa tangguh bencana? Pertama, penilaian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat ketangguhan desa. Agus menyampaikan, penilaian indikator ini dilakukan secara partisipatif oleh warga Desa Sidomulyo. Tingkatan desa dengan penilaian yang terpenuhi terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu pratama, madya dan utama. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan pada tahun ini, Desa Sidomulyo memiliki nilai indeks 80,75. Nilai tersebut menempatkan desa ini pada tingkat madya. 

Kedua, penyusunan peta risiko desa berbasis partisipatif. Melalui fasilitator, warga desa diajak untuk mendiskusikan potensi ancaman bahaya, tingkat ancaman, karakternya serta tingkat risiko. Di samping itu, warga juga diajak untuk mengidentifikasi kapasitas dan kerentanan. 

Hasil diskusi divisualkan dengan gambar peta risiko. Diskusi pun berlangsung secara inklusif sehingga warga dapat mengidentifikasi kelompok prioritas di wilayah ini, sehingga dapat memetakan dengan lebih detail pada peta tersebut. 

Ketiga, peringatan dini berbasis komunitas. Pada indikator ini, diseminasi informasi kebencanaan inklusif pemerintah ke masyarakat menjadi salah satu kunci pengurangan risiko. Desa Sidomulyo menggabungkan pemanfaatan teknologi modern dan tradisional untuk peringatan dini. 

Sirine peringatan dini tsunami terhubung dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pacitan. Selain itu, warga setempat memanfaatkan kentongan untuk peringatan dini. Bunyi dengan ketukan tertentu dilatihkan oleh warga sehingga mereka dapat mengenali informasi maupun respons yang diharapkan. 

Keempat, penyusunan rencana evakuasi mandiri. Warga akan mendesain rencana evakuasi sesuai dengan lingkungan sekitar. Warga Sidomulyo pun secara swadaya membuat tanda evakuasi secara mandiri. Akses jalan setapak dipersiapkan secara gotong royong sehingga warga dapat memahami jalur evakuasi tersebut. 

Di sisi lain, mereka mengetahui rencana evakuasi yang disusun dengan memperhatikan kelompok prioritas. 

Kelima, pembentukan forum pengurangan risiko bencana (PRB) desa. Kepala Desa telah menetapkan keputusan dengan memikirkan  langkah-langkah PRB di wilayahnya. Warga yang berpartisipasi dalam forum ini dikuatkan melalui keputusan Desa Sidomulyo. 

Keenam, pembentukan dan pengembangan relawan penanggulangan bencana. Tugas warga yang tergabung dalam kerelawanan ini mencakup pada fase pra, saat dan pascabencana. Dengan adanya tim relawan, warga dapat memposisikan diri sesuai dengan kompetensi dan koordinasi dengan berbagai pihak. 

Ketujuh, rencana aksi komunitas. Melalui rencana aksi, warga masyarakat dapat mengidentifikasi kapasitas yang dimiliki serta meminimalkan risiko. Setiap keluarga memiliki rencana aksi yang berbeda, tentu disesuaikan dengan kapasitas atau pun kondisi di dalam keluarga, misal dalam  keluarga ada kelompok prioritas. 

Indikator selanjutnya yaitu keluarga tangguh bencana atau katana. Komunitas desa ini telah mendorong warganya untuk membangun katana. Dengan adanya katana, setiap anggota keluarga diharapkan mampu untuk mengidentifikasi sistem peringatan dini dan rencana evakuasi berbasis keluarga. 

Kesembilan, mitigasi struktural dan non-struktural. Salah satu kegiatannya yaitu penanaman mangrove di Pantai Soge. Pada Minggu lalu (18/12) sebanyak 200 bibit mangrove ditanam di pantai ini. Target BPBD Kabupaten Pacitan akan menanam 2.000 bibit sepanjang pantai sebagai upaya mitigasi vegetasi menghadapi bahaya tsunami. 

Terakhir, latihan atau simulasi rencana evakuasi. Warga Desa Sidomulyo secara rutin melakukan simulasi evakuasi. Simulasi ini untuk melatih respons terhadap peringatan dini dan upaya evakuasi mandiri, khususnya menghadapi ancaman bahaya tsunami.  

Desa Sidomulyo merupakan salah satu desa dari total 180 desa yang menjadi target penerima manfaat program IDRIP. Dalam rangkaian sosialiasi IDRIP untuk kesiapsiagaan dan resiliensi terhadap bahaya gempa bumi dan tsunami, BNPB dan BMKG mengundang perwakilan kementerian/lembaga terkait serta BPBD provinsi dan kabupaten dan kota terpilih program IDRIP untuk melihat pencapaian Desa Sidomulyo sebagai desa tangguh bencana tsunami. 

Pada acara sosialisasi IDRIP bertempat di Desa Sidomulyo, Sekretaris Utama BNPB Dr. Lilik Kurniawan S.T., M.Si. berpesan kepada para perwakilan kementerian/lembaga, pencapaian desa yang dikunjungi itu dapat dijadikan model dan direplikasi, tentunya disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah. Pada kesempatan yang sama, Lilik berharap Desa Sidomulyo dapat memenuhi indikator sebagai desa tangguh bencana tsunami atau tsunami ready. Pencapaian Desa Sidomulyo sejauh ini tidak terlepas dari peran dan pendampingan BPBD Kabupaten Pacitan. 



Abdul Muhari, Ph.D. 

Plt. Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB 

Penulis


BAGIKAN